Thursday, January 31, 2008

Pulang Lagi

bapak polisi menendang badan bis dengan sepatu kulitnya
karena bapak supir tidak taat pada peraturan
bapak supir hanya nyengir saja
lalu setelah itu ia dan bisnya melesat pergi
bapak polisi pun kembali ke tempatnya

tiga gadis cilik berlari mengejar bis
dengan terengah dan tertawa
gitar akustik di tenteng dengan tangan kanan
langkah sendal jepit yang terburu-buru
dan bis yang meninggalkan mereka jauh di belakang
membuat mereka kembali lagi ke posisi semula


hmmmm....
si kecil itu mungkin berusia lima tahun
debu jalanan belum membuatnya mengantuk
yang dua lainnya itu mungkin kakak-kakaknya
apakah mereka melangkah pulang?
atau masih menunggu bis selanjutnya?

yang jelas,
patas AC akhir-akhir ini semakin sedikit yang datang
sekali datang penuh sesak dengan sekumpulan manusia di dalamnya
lagi-lagi harus terjepit di antara mereka
seperti sekumpulan sapi yang hendak di bawa ke penjagalan
kami kan bukan sapi
babi, mungkin saja...

pulang terlambat lagi
komik juga tak sempat terbeli
terpaksa besok tanya ke teman
ada komik terbaru atau tidak?
malam ini di temani kantuk
tidak begitu menyenangkan
karena pagi akan cepat tiba
dan hari berganti lagi
umurku pun berkurang sehari lagi
perpisahan sebentar lagi

Wednesday, January 30, 2008

Lengah

jiwa mati
raga mati
rasa mati
indera mati
penglihatan mati
penciuman mati
langkah mati
kau pun mati

matikan hatimu
sekarang !
agar kau tak mati
karenanya

Friday, January 25, 2008

Lagi

terdengar lagi bertie higgins
yang dulu sering menemani perjalanan pulang
di setiap malam yang panas dan penuh debu
sudah lelah...
tapi harus mendengarkannya lagi
mau tak mau...
harus mendengarnya...
harus....
karena bila tidak,
musti siap menderita

Monday, January 21, 2008

Di Bui

Dengan lilin senin yang nyaris padam
aku terpaksa bertahan
di tempat ini

bertemankan tubuh yang semakin panas
dan mata
yang semakin buta

tersiksa
oleh penyakit-penyakit aneh
yang sedikit demi sedikit
menggerogoti kesadaranku

berbisik pun malas
apalagi berteriak

di mana suaraku tenggelam tak berbekas
di situ hidupku berakhir
hampa

hari demi hari hanya berusaha
untuk semakin jahat
sekedar untuk bisa bertahan hidup
dalam sel nomor satu ini

Sunday, January 20, 2008

Matahari

aku tak pernah membenci siangmu
terangmu
atau panasmu...
hanya kadang aku membenci harimu

Matahari Dan Bulan Yang Pergi

matahari,
kemana pergimu?
terangmu kini kurindukan
setelah seharian berkerudung malam
dan berkalungkan bintang

matahari,
jangan cemburu matahari
aku memang cinta malam hari
tapi aku juga tak menolak kau hampiri
eh, ada bulan...

bulan,
terima kasih atas kelembutanmu
yang telah kau berikan padaku
tapi kurasa sudah saatnya kita berpisah
mengapa katamu?

bulan,
cukup lelah aku memujamu hingga mulutku berbusa
namun sinar lembutmu tetap tak bisa kumiliki seorang diri
engkau memang tercipta untuk menyinari bumi
dan seluruh umat manusia

bulan,
kepada siapakah kau berikan perhatian khususmu?
adakah sinar paling terang kau berikan pada salah satu makhluk di muka bumi ini?
jika ada,
sudikah kau sebutkan namanya?
pastilah ia seorang istimewa dan terpandang
yang mampu merenggut jantungmu
dan menggores hatiku

bulan, bulan!....
kemanakah perginya matahari?
biarkan aku mengadu kepadanya
biar ia membuatku hangus dengan panasnya
membuatku mati seketika
dan kembali sekali lagi

Monday, January 14, 2008

Malam Yang Mati

Malam yang aneh. Tak jelas kepada siapa aku menunggu. Atau oleh siapa aku ditunggu. Sebuah malam tanpa nyawa. Tidak!. Aku lebih suka menyebutnya dengan hari.
Tidak terasa lagi tanda-tanda kehidupannya, desah nafasnya, ataupun bisikannya. Dia telah lenyap!. Hilang!. Mungkin dia telah mati. Mati di tanganku sendiri. Setelah berkali-kali kutikam dengan belati di kepalaku. Aku berhasil membunuhnya!. Aku harus merayakannya!. Sorak!. Horeee!!!. Angkat gelas untuk kekejamanku!. Dia tak akan bisa hidup lagi. Semoga untuk selamanya.

Tahukah kamu apa artinya itu, kawan?. Seharusnya aku bisa melangkahkan kakiku lagi dalam sepi yang dulu selalu kurindu. Sudah pernah kukatakan padamu dulu. Kau biarkan dirimu sekarat. Tak segera kau tolong dirinya. Jadinya kutikam saja sekalian. Karena aku tak tega bila harus terus menatap wajah kesakitannya dan mendengar erangannya itu.
Bukan salahku bila harus membunuhnya. Engkau yang memintanya.
Entah...
Seharusnya aku bergembira. Atau bersedih karena kepergianmu. Tapi aku merasa seperti tak terjadi apa-apa. Aku lebih berkonsentrasi untuk terus menelan ludahku sendiri. Membasahi kerongkonganku agar tidak batuk lagi. Dan berkonsentrasi melenyapkan meriang dan sakit kepalaku ini. Sakitku tidak main-main. Aku tidak ingin sakitku ini sampai seminggu lebih. Obat yang kubawa telah kuminum habis. Namun obat malam ini belum kuminum. Cuaca hari ini tak pasti. Angin membunuh. Matahari murka. Hujan di larang turun. Sedikit turun langsung di cambuk oleh matahari. Ia pun lenyap seketika itu juga.

Sepuluh menit lagi seharusnya sampai tujuan, bila bis tak berhenti untuk mengisi bensin.
Aku yakin di kamarku saat ini telah tersedia secangkir wedang jahe yang tak lagi panas. Dan potongan-potongan kecil kencur yang siap kukunyah mentah-mentah.
Aku terlambat lagi pulang ke rumah. Ibu pasti telah menyiapkan obat untukku. Dia yang paling khawatir dengan kondisiku. Tadi ia menyuruhku untuk lekas pulang. Kukatakan padanya : sebentar lagi aku pulang. Tentu ia mengira aku lembur lagi. Namun sebenarnya aku hanya ingin merasakan keanehan malam ini saja. Sebuah malam tanpa nyawa. Malam tanpa dirimu. Malam yang mati.
Sudahlah.... Sudah bosan aku memikirkannya. Sampai jumpa lagi. Itupun kalau kau hidup sekali lagi. Saat ini, bila kita bersua di dunia nyata ataupun maya, tak ada lagi mesra canda seperti dulu. Lupakan saja. Terlalu sulit untuk melukismu. Kuasku tak pernah benar-benar sampai kepada kanvasmu. Karena kau tak pernah memberikan kanvas yang sebenarnya kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa tahu cara melukis di atas kanvasmu yang masih terbungkus karton itu. Kau tak pernah membukanya. Dan cat minyak warna merah yang membasahi bulu-bulu kuasku harus mengering percuma karena terlalu lama menanti dirimu yang tak bisa di dekati. Harus kubuang atau terus kugenggamkah benda ini?. Aku ingin tahu jawabannya darimu yang telah mati. Karena itu tiap malam aku terus menantikan sinyal S.O.S darimu sebagai pertanda engkau masih hidup. Semoga surat ini bisa segera sampai ke tanganmu.

Saturday, January 12, 2008

Makan Malam

yok makan sesuatu malam ini!
perutku sudah keroncongan
harus di isi sesuatu
entah pecel ayam atau nasi goreng

mungkin juga sate padang atau nasi uduk
asalkan masih ada nasi atau lontong
serta minuman segar
di warteg terdekat

entah enak atau tidak
tapi jangan pesan makanan melalui delivery
dan makan di dalam ruangan itu juga
karena tidak ada bedanya dengan tahanan

jangan mau di rayu dengan makanan gratis
kita hirup udara malam ini dalam-dalam
kita rasakan sedikit kebebasan
setelah seharian hidup hanya sebagai pacul

ada sedikit waktu untuk menjadi manusia kembali
setengah jam saja kita bersantai
melontarkan kegusaran-kegusaran kita
sambil menikmati lampu-lampu neon putih kuning

yok makan sesuatu malam ini!
kamu pesan apa?
aku pesan nasi goreng kambing
minumnya teh botol sosro

Tuesday, January 8, 2008

Bergantian

rumput hijau di bawah kakiku mengatakan sesuatu padaku
saat aku berjalan dengan telanjang dada

sebuah misteri tentang kekuasaan
aku ingin memecahkannya

lalu aku teringat dirimu dan
segera aku cari bunga-bunga merah kecil yang bermadu

untuk kuberikan kepadamu
sebagai kejutan

nanti kita bisa gigit tangkainya
dan reguk bersama madu di dalamnya

pasti menyenangkan sekali

seperti masa-masa itu

tetapi bunga-bunga itu masih bersembunyi
di balik mahkotanya

kupetik satu
lalu ku buang

hanya beberapa yang mengintip
namun ku urungkan niatku untuk memetiknya

aku ingin mencari yang mekar sempurna
karena kupikir madunya pasti lebih lezat

padahal aku hendak memberikannya padamu
melalui jendela itu

supaya kau suka
dan aku dapat menatap senyummu lagi

Sumpah Kaki dan Nurani

kaki yang melangkah
dan bisik kecil yang melawan
kaki yang celaka ini lebih memilih berjalan
ketimbang berbalik badan
tak ada kata selain : goblok

apa guna mulutmu berkata : tidak
melawan nurani
adalah suatu pembunuhan
dulu sudah pernah kau rasa
sekali lagi
kau rasakan anyir darahmu sendiri
sekali lagi...
kau menjadi yang paling hina di bumimu sendiri
pengecut

bersumpahlah demi kedua kakimu
demi nurani dan ragamu
demi harga dirimu
demi kenangan masa kecilmu
demi jalan-jalan yang pernah kau lewati
demi semua yang pernah berjumpa denganmu
demi yang kau lindungi
dan demi kebodohanmu sendiri

kau akan berjalan kembali
dan menunggu
bagai seorang penembak jitu
yang membunuh
dengan sebutir peluru
yang akan pulang
dalam keadaan hidup
atau tubuh membeku

jangan khawatir...
sumpahmu lebih kuat
dari tubuhmu
engkau akan terus hidup

Monday, January 7, 2008

Pembunuh Esok

satu hari terlewati sudah
tapi hari-hari yang lalu tak akan pernah lenyap
selama masih ada esok
semuanya akan kembali seperti yang lalu-lalu

kecuali kau bunuh esok
mungkin masih ada cerita yang lain
yang lebih seru dari hari ini
bukan cerita yang habis
tapi cerita yang baru

malam masih belum habis. tapi pagi sudah tak sabar untuk segera mengetuk pintu malam. tuan jam dengan tenang merajut waktu. detik demi detik. jangkrik bersenandung riuh di dalam rerumputan liar. angin sedikit enggan berlari di antara dedaunan pepohonan. hanya sepasang kaki yang bergerak melawan gravitasi bumi menyibak rumput liar. aku mendengar wanita itu menghela napas dari balik pohon ini. katanya kepada tiang-tiang penyangga bumi, "seandainya esok adalah bukan hari ini, bukan pula hari kemarin, atau sebuah hari di mana aku masih berada di dalam rahim ibuku, aku pasti sudah membunuhnya bersama diriku".
lalu seekor burung malam yang tak pernah kulihat wujudnya seumur hidupku bertengger di pundak wanita itu.

"wahai burung malam yang malang! kepada siapakah kau tampakkan wujudmu pada manusia?"
wanita itu bertanya kepada burung itu dengan wajah memelas.

burung malam menjawab, "hanya kepada dirimulah aku tampakkan wujudku sebagai seekor burung malam. bukan sebagai burung pipit, atau burung yang lainnya".

"aku tak dapat menatap rupamu wahai burung malam!. mataku masih belum buta, walau hatiku sering di butakan olehnya!".

burung malam menjawab, "kau memang tidak buta, hatimu pun masih bisa melihat. hanya saja, wajahku hanya bisa terlihat oleh mereka yang mampu membuktikan bahwa esok itu benar-benar ada".

"bagaimana aku bisa percaya esok itu ada, wahai burung malam?. sudah beribu esok yang kulewati, namun semuanya seakan tergilas begitu saja oleh sebuah hari yang bernama hari ini.
lalu hari tersebut beringsut sedikit demi sedikit menjauhiku dan akhirnya berlalu seperti esok-esok yang t'lah lalu".

burung malam menjawab, "maka itulah aku mencari mereka yang mampu mendapatkan esok yang nyata. bukan esok yang semu. bukan pula esok yang telah di daur ulang. aku ingin esok. karena rupaku hanya bisa terlihat oleh esok".

sebelum wanita itu bertanya lagi, burung malam itu sudah mengepakkan sayapnya terbang tinggi melesat ke langit dan menghilang. meninggalkan wanita itu sendirian di dalam rahim ibunya. aku yang berdiri di bulan dan bersembunyi di balik pohon ini bertanya kepada seorang penyihir berjubah hijau yang kebetulan tengah mengendarai angsanya lewat di depanku.

"apa yang membuatmu malam-malam begini terjaga?"

penyihir itu menjawab, "suara ketukan di jendela....keras sekali!".

"siapa yang mengetuk jendelamu?", tanyaku

penyihir itu menjawab, "teman-temanku dan aku yang berada di awan".

"lalu apa yang kau lakukan setelah itu?"

penyihir itu menjawab, "aku segera memanggil angsaku dan terbang mengelilingi bulan sebanyak seratus kali".

aku hanya menggaruk kepalaku. yang kupikirkan saat ini bagaimana aku bisa melangkah ke planet di depanku jika kaki kiriku terjepit di antara bumi dan matahari. sedangkan kaki kananku terperosok di poros bulan. penyihir itu bersama teman-temannya melesat jauh meninggalkan bulan menuju bumi. sebelum pergi ia berpesan, "aku ingin menemukan esok di bumi!".
aku tercengang. dan berteriak kepadanya, "bagaimana kau bisa menemukannya?!".
penyihir itu hanya menengok sedikit sambil tersenyum, "aku bertemu burung malam yang terbang di antara asteroid!. ia mengatakan padaku aku akan menemukannya di sebuah planet bernama bumi".

"mengapa begitu??!" aku berteriak keras, karena tiba-tiba gemuruh angin pertanda pergantian hari menderu di telingaku.

penyihir itu menjawab, "karena ia telah bertemu dengan seorang wanita yang kembali ke rahim ibunya!".

gemuruh angin itu semakin keras hingga hampir memecahkan gendang telingaku. aku menutup telingaku kuat-kuat dengan kedua tangan. dalam sekejap, gemuruh itu meledak dan menebarkan anginnya ke seluruh alam semesta. aku terengah-engah. keringat bercucuran. baru saja aku berhasil lolos dari maut.
coba dengar. itu hari yang berganti lagi. lalu hari yang kemarin ada, telah di siapkan untuk menjadi hari esok pada keesokan harinya.
aku menatap ke arah lubang hitam di atas kepalaku yang menggerakkan milyaran bintang-bintang dengan teratur. aku pun ingin menemukan esok. esok yang lain. karena esok tak pernah bisa hancur sekalipun terhisap ke dalam lubang hitam tersebut. biarkan aku mencarinya.

Sunday, January 6, 2008

Rantai Waktu

tidur menjadi saat yang paling indah
ketika roda kehidupan menggilas kita
di waktu pagi

dan malam menjadi saat yang paling lembut
ketika datang menjabat tangan siang
di waktu sore

terjaga menjadi saat yang paling menyenangkan
ketika ada seseorang yang selalu kau awasi dari jauh
di waktu siang

dan pagi menjadi saat yang paling kau rindukan
ketika seseorang itu selalu hadir dalam tidurmu
di waktu malam

Friday, January 4, 2008

Sakit

diriku diriku
dirimu dirimu
mungkin begitu pikirmu

bukan diriku dirimu
atau dirimu diriku
seperti dalam pikirku

akh...
malam ini aku ingin makan obat yang banyak
biar tidur nyenyak

Bocah Kecil

bocah kecil berkaos kuning lusuh itu bernama arif
masih duduk di kelas satu smp
tubuhnya gemuk, pendek, dan berkulit gelap
rambutnya kalau tidak salah cepak satu senti
ia menenteng tas kumal yang entah apa isinya

sudah pukul sepuluh malam tapi masih ada di dalam bis jurusan cimone tangerang
ketika penumpang penuh ia mulai berjalan ke depan
membagikan amplop putih kosong
lalu setelah itu ia mengambil kicrikan dari dalam tasnya
dan mulai berdendang

seperti biasa...
yang terdengar hanya bunyi kicrikannya saja
mungkin karena aku duduk di bangku paling belakang

anak yang hebat
padahal besok ia masih harus pergi ke sekolah
malam ini ia berjuang melawan lelah
demi seratus rupiah

sampai ketemu lagi arif
pada pukul sepuluh malam lagi

Thursday, January 3, 2008

Jam Mati

bersama jam mati
waktu serasa berhenti
mau apalagi?
mentari dan rembulan telah pergi

Wednesday, January 2, 2008

Di Sini Di Sana

di sini ada bunyi mesin yang menderu. meraung kesetanan bila melaju kencang. lalu suara AC yang berhembus boros, wooossssshhhh....begitu bunyinya. dan di sana ada penyanyi yang tenggelam suaranya oleh bunyi mesin dan AC. lalu ada gelak tawa anak kecil. mungkin anak yang berjas hujan biru tadi yang naik bersama ibu dan adiknya. orang-orang berdatangan dari bawah. mendadak jadi penuh...

penyanyi pun berganti, walau sama-sama bergitar dan bersuara pas-pasan. di depan ada yang bersalaman dan berbicara dalam deru mesin. akrab sekali ya.
ada gitaris kecil di belakang. mungkinkah ia bisa memainkan gitarnya?. tadi ia menulis sesuatu. apakah menulis lirik?. kini giliran bunyi gemerincing uang receh yang terdengar. si penyanyi itu meminta haknya sedikit saja. sebungkus kantong permen di tebar. ibu-ibu yang duduk berdekatan pun mengobrol dengan tanpa suara sedikitpun. entah benda apa yang di gendongnya itu. bungkusan kain berisi bayi atau...?

Heiii! siapa itu yang mengintip di jendela?. berpakaian hitam-hitam mirip dukun. apakah ia hendak menebarkan mantra-mantranya pada kami?. atau mengutuk tempat ini?. kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seperti hendak mencari mangsa. matanya melotot tajam. cambangnya mengerikan. untunglah ia turun lagi dan kami tak jadi kena guna-gunanya.

Leman nama penyanyi top itu. Pria setengah baya dengan kemeja kotak-kotak. ramah sekali orangnya. seorang yang tak sombong walau kini ia menjadi artis. ia duduk di samping kiri belakang dan tengah menelepon dengan telepon genggamnya. kaya miskin tak jadi persoalan. yang penting, handphone harus punya. mungkin moto mereka seperti itu. sayang tak punya banyak waktu berbincang dengannya. tiba-tiba saja sudah sampai dan harus turun dari sana.
meninggalkan sekelompok manusia-manusia perasan. korban kekejaman kenyataan. salah satunya telah pergi dan kembali ke rumahnya.

Koma

bayanganmu mulai terengah-engah
ia sekarat
luka parah
ia butuh pertolongan pertama darimu
pikiranku tak sanggup menjaganya lagi
aku tak tahu bagaimana harus merawatnya
harus ku obati dengan apa?
celestamine?
aspirin?
atau amphetamine?

ia sebentar lagi pergi
tolonglah,
buat ia terus hidup
selamatkan dirinya
sudah banyak yang pergi dan tak kembali dari sini
sampai kapan kau ingin terus koma?
bangunlah dan selamatkanlah ia
bangunlah dari sakitmu
bila ia pergi maka
aku akan menjadi perindu sepi lagi
sadarlah!