Sunday, March 11, 2007

Sirkus Kota

Kami berjalan telanjang di sepanjang jalan ini
Tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuh kami
Semua mata menatap ke arah kami
Melihat ke arah kemaluan kami yang hanya di tutupi dengan kedua tangan kosong masing-masing
Angin begitu kencang
Debu beterbangan
Terkadang kami harus mengusap mata dengan sebelah tangan
Sedang yang sebelahnya lagi tetap berusaha menutupi kehormatan kami
Kami tak sanggup menatap ke depan lagi
Pandangan ini semakin kabur
Debu-debu yang melekat di mata kami semakin banyak
Kami hanya bisa menatap dan meludah antar sesama
Di selimuti riuh sorak sorai penonton yang melihat kami
Semua telinga ingin mendengar apa yang kami tengah lakukan
Polah lucu apa lagi kiranya yang akan kami perbuat
Kami tak dapat menemukan sepotong atau dua potong kain untuk membalut tubuh
Kami hanya bisa berjalan berpelukan saling menempel erat agar mereka tak dapat melihat kemaluan kami
Lidah-lidah kami begitu panjang sehingga sulit untuk berbicara
melingkar di leher masing-masing hingga mencekik kencang-kencang
Mata kami saling bertolak tatap
Seumur hidup, kami terus berjalan telanjang
Anehnya kami tidak lagi merasa malu
Persetan dengan mereka yang berpakaian
Bahkan makhluk-makhluk di bumi ini pun sebagian besar telanjang
Kemaluan ini bukan lagi sesuatu yang tabu
Biarkan mereka melihat apa-apa yang ada di tubuh ini
Toh mereka juga mendapati dirinya sebenarnya di balik ketat balutan kain di tubuh mereka
Hanya selapis kain yang membedakannya
Matahari dengan sinarnya yang terik membuat kami berjalan merayap
Bulan dengan sinarnya yang lembut membuat kami terlelap
Beristirahat malam ini
Belum tentu esok kami bisa tidur pulas lagi seperti ini
Karena lidah-lidah yang melilit di leher kami semakin panjang
Dan mata-mata yang membelalak di antara kami semakin kentara
Lalu di tangan masing-masing ada belati yang tersembunyi

No comments: