si Figur berbicara bahasa dengan dirinya yang satu lagi, "kenapa semuanya menjadi begini?" si Figur 2 menyahut, "karena televisi...". Figur 1 melanjutkan,"persis seperti aku memandangmu...bukankah kau beda?".
"kata siapa?" tanya Figur 2
"kataku barusan..."
"ouw...begitu pikirmu selama ini?...." Figur 2 menjawab dengan nada sedikit besar kepala.
"Iya...kamu kan diriku yang nyata....sedang aku adalah bayanganmu...."
Termenung sejenak,
aruSama ...
aruSama....
Figur 1 bertanya lagi "kenapa semuanya menjadi sama?"
Figur 2 menjawab, "karena televisi...". Figur 1 melanjutkan, "aku tengah memandangimu...kenapa tetap sama?....bukankah kau beda?".
"kata siapa?" tanya figur 2
"kataku barusan..."
"ouww...begitukah?...hmm..hmm..hmmm", sekali lagi Figur 2 menjawab dengan besar kepala
Termenung kembali dalam ketermenungan yang benar-benar termenung
aruSama ...
aruSama....
Figur 1 kembali bertanya "kenapa tak ada bedanya denganku?"
Figur 2 menjawab, "karena televisi...". Figur 1 melanjutkan, "dulu aku memandangnya bagai sosok pintar yang berbeda...kenapa kini tak ubahnya bagai metafora topeng yang biasa ditampilkan dalam pertunjukan seni?"
"semua karena televisi..."
"Dulu itu...bagaimana mereka bisa begitu?" Figur 1 bertanya dengan penuh rasa ingin tahu
Figur 2 tersenyum kecut, "dulu mereka terlahir prematur...!"
"dan kini mengapa seperti ini?...."
"karena mereka terus hidup dan tak jadi mati...."
Thursday, November 30, 2006
Tuesday, November 28, 2006
Di bawah atap tak bertiang
dalam pekatnya malam membisu seribu bahasa
dendang semut berlarian tak tentu arah
balada jangkrik tersapu angin
suara elektrik menyayat telinga
dengkur makhluk bercangkang terbujur tak punya ruh
sayup kokok ayam bersahutan di kejauhan selatan sana
angin menerpa lembut tubuh si angkuh
purnama yang kulukis tak kulihat lagi
sekejap bertatap muka berkali beradu pandang...
suara hati terdengar begitu lirih
selirih kalimat suci tengah mengalun
lebih lirih...
gelombang elektrik transparan berdesir bersama angin merangkai nada
sebagai arti masa yang absolut
satu persatu mereka berdiri bagai mayat hidup
terbangun dari mimpi mereka...
ya...mimpi
objektivasi semu tiap individu
sebuah objektivasi utopis
karena itu mereka suka
melepas ruh meninggalkan realita yang menyebalkan
dalam pekatnya malam membisu seribu bahasa
dendang semut berlarian tak tentu arah
balada jangkrik tersapu angin
suara elektrik menyayat telinga
dengkur makhluk bercangkang terbujur tak punya ruh
sayup kokok ayam bersahutan di kejauhan selatan sana
angin menerpa lembut tubuh si angkuh
purnama yang kulukis tak kulihat lagi
sekejap bertatap muka berkali beradu pandang...
suara hati terdengar begitu lirih
selirih kalimat suci tengah mengalun
lebih lirih...
gelombang elektrik transparan berdesir bersama angin merangkai nada
sebagai arti masa yang absolut
satu persatu mereka berdiri bagai mayat hidup
terbangun dari mimpi mereka...
ya...mimpi
objektivasi semu tiap individu
sebuah objektivasi utopis
karena itu mereka suka
melepas ruh meninggalkan realita yang menyebalkan
Objektivasi Diri Dalam Ilusi (part2)
4 manusia dungu merangkak di sepanjang lorong hotel
mereka adalah Tuan Tidak Tahu, Tuan Senyum, dan 2 Tuan Figuran yang sedang bermain
mereka berguling-guling...
bahkan liur salah seorang dari mereka nyaris menetes
kegembiraan itu terhenti sejenak saat bayangan yang dikenal datang
"Hai, itu dia! benar! itu dia!" Kata Tuan Senyum
Tuan Tidak Tahu yang malu-malu lalu mengintip dari balik tembok untuk memastikan
Dia takut kalau sang bayangan itu merasa jijik kepadanya
sang bayangan menampakkan wujud sebenarnya...
"Itu benar-benar dia! dia yang kita lihat di dalam kotak bergambar! Amboy cantiknya!"
Jantung Tuan Tidak Tahu berdetak cepat, tak menyangka bisa bertemu dengannya
Wujud bayangan itu adalah seorang wanita cantik yang dikenal lewat salah satu cerita
sosok cantik itu menyapa Tuan Tidak Tahu dan kawan-kawan, "Halo..."
Dia kehilangan kotak yang berharga bagi dirinya dan kekasihnya
tolong carikan....
Tuan Tidak Tahu tidak menyangka kalau sosok cantik itu begitu sopan dan ramah
Pikirnya, dia tidak mau bersaing dengan teman-temannya untuk membantunya
dia berbicara pukul 6 pagi...
dan kini pukul 8...
mungkin masih sempat
Lalu Tuan Tidak Tahu berjalan menyusuri lorong di dekat kamar sosok cantik itu
ada pelayan hotel...
Dilihatnya di lantai ada sebuah kacamata tergeletak yang besar lensanya tak sama
dipungutnya kacamata itu lalu dipungutnya lagi kacamata hitam di seberangnya
yang manakah milikmu?
diambilnya kacamata berlensa aneh tersebut, "ini milikku" dia berkata dengan senyum manis diwajahnya...
Lalu kita berbincang panjang lebar, bercerita macam-macam
kusadari kini aku diriku sendiri, tak canggung aku di dekatmu
sebuah kecupan manis mendarat di dekat bibirku,
lalu kau harus pergi...
kukejar kau ke pelabuhan untuk berterima kasih padamu
awan gelap, lalu hujan, kau kecup diriku lagi
namun kali ini lain, seperti bukan kau yang tadi
lalu lagi-lagi kau menghilang...
padahal kita belum pernah bertemu
dan aku memandangmu biasa saja.
mereka adalah Tuan Tidak Tahu, Tuan Senyum, dan 2 Tuan Figuran yang sedang bermain
mereka berguling-guling...
bahkan liur salah seorang dari mereka nyaris menetes
kegembiraan itu terhenti sejenak saat bayangan yang dikenal datang
"Hai, itu dia! benar! itu dia!" Kata Tuan Senyum
Tuan Tidak Tahu yang malu-malu lalu mengintip dari balik tembok untuk memastikan
Dia takut kalau sang bayangan itu merasa jijik kepadanya
sang bayangan menampakkan wujud sebenarnya...
"Itu benar-benar dia! dia yang kita lihat di dalam kotak bergambar! Amboy cantiknya!"
Jantung Tuan Tidak Tahu berdetak cepat, tak menyangka bisa bertemu dengannya
Wujud bayangan itu adalah seorang wanita cantik yang dikenal lewat salah satu cerita
sosok cantik itu menyapa Tuan Tidak Tahu dan kawan-kawan, "Halo..."
Dia kehilangan kotak yang berharga bagi dirinya dan kekasihnya
tolong carikan....
Tuan Tidak Tahu tidak menyangka kalau sosok cantik itu begitu sopan dan ramah
Pikirnya, dia tidak mau bersaing dengan teman-temannya untuk membantunya
dia berbicara pukul 6 pagi...
dan kini pukul 8...
mungkin masih sempat
Lalu Tuan Tidak Tahu berjalan menyusuri lorong di dekat kamar sosok cantik itu
ada pelayan hotel...
Dilihatnya di lantai ada sebuah kacamata tergeletak yang besar lensanya tak sama
dipungutnya kacamata itu lalu dipungutnya lagi kacamata hitam di seberangnya
yang manakah milikmu?
diambilnya kacamata berlensa aneh tersebut, "ini milikku" dia berkata dengan senyum manis diwajahnya...
Lalu kita berbincang panjang lebar, bercerita macam-macam
kusadari kini aku diriku sendiri, tak canggung aku di dekatmu
sebuah kecupan manis mendarat di dekat bibirku,
lalu kau harus pergi...
kukejar kau ke pelabuhan untuk berterima kasih padamu
awan gelap, lalu hujan, kau kecup diriku lagi
namun kali ini lain, seperti bukan kau yang tadi
lalu lagi-lagi kau menghilang...
padahal kita belum pernah bertemu
dan aku memandangmu biasa saja.
Objektivasi Diri Dalam Ilusi (part1)
Di saat pagi datang dan sinar mentari tinggi 3/4
kita semua berkumpul di suatu rumah dengan pepohonan rimbun di sekitarnya
begitu juga kau...
aku datang dengan bertelanjang dada
kuambil secarik kertas dan sebuah pena yang macet
kau berikan catatanmu padaku
namun kau urungkan niatmu itu....
kau duduk disampingku dan berkata "sini kubacakan"
terdengar lembut alunan musik cina klasik di telinga kita
dan akupun menulis di karpet sambil tiduran
kata demi kata kau ucapkan...
menuntun tanganku menari-nari di atas secarik kertas
lalu tiba-tiba aku sadar, "wah salah nih!"
dengan sabar kau tunggu aku membetulkan kalimat yang salah itu
lalu kau mulai lagi mendikteku
aku pun menurutimu
entah apa yang ada di pikiranmu saat kau sandarkan kepalamu di punggungku yang tak dilapisi sehelai benangpun...
aku bisa merasakan kasih sayangmu namun aku ragu kau menyukaiku
tak terasa, kau sudah berada di sampingku...
saat mata kita bertatapan, timbul keinginan di pikiranku untuk memelukmu
kurasakan saat itu juga tatapanmu begitu penuh hasrat...
namun kuragu kau menyukaiku...
kupalingkan wajahku darimu
kuurungkan niatku memelukmu dengan harap kau membalasnya
kupejamkan mataku dalam-dalam
kubuang semua pikiranku tentangmu
begitu kubuka kembali mataku...
kau sudah menghilang bagai angin...
tiba-tiba rasa rindu di hati muncul seperti hendak menghancurkan dada ini...
kita semua berkumpul di suatu rumah dengan pepohonan rimbun di sekitarnya
begitu juga kau...
aku datang dengan bertelanjang dada
kuambil secarik kertas dan sebuah pena yang macet
kau berikan catatanmu padaku
namun kau urungkan niatmu itu....
kau duduk disampingku dan berkata "sini kubacakan"
terdengar lembut alunan musik cina klasik di telinga kita
dan akupun menulis di karpet sambil tiduran
kata demi kata kau ucapkan...
menuntun tanganku menari-nari di atas secarik kertas
lalu tiba-tiba aku sadar, "wah salah nih!"
dengan sabar kau tunggu aku membetulkan kalimat yang salah itu
lalu kau mulai lagi mendikteku
aku pun menurutimu
entah apa yang ada di pikiranmu saat kau sandarkan kepalamu di punggungku yang tak dilapisi sehelai benangpun...
aku bisa merasakan kasih sayangmu namun aku ragu kau menyukaiku
tak terasa, kau sudah berada di sampingku...
saat mata kita bertatapan, timbul keinginan di pikiranku untuk memelukmu
kurasakan saat itu juga tatapanmu begitu penuh hasrat...
namun kuragu kau menyukaiku...
kupalingkan wajahku darimu
kuurungkan niatku memelukmu dengan harap kau membalasnya
kupejamkan mataku dalam-dalam
kubuang semua pikiranku tentangmu
begitu kubuka kembali mataku...
kau sudah menghilang bagai angin...
tiba-tiba rasa rindu di hati muncul seperti hendak menghancurkan dada ini...
Subscribe to:
Posts (Atom)