aku menulisnya dalam kerinduan
yang memuncak
yang tak tertahankan lagi
bak merapi yang
siap meletus
memuntahkan laharnya
ke lereng-lereng gunung
meluluh lantahkan perkampungan
di kaki-kakinya
dan melumat
makhluk-makhluk hingga
tak bersisa
rindu membuatku gila
terpendam
andaikata
angin mampu membawa
syair-syair rinduku
kepadamu
sudah kuucapkan beribu syair
baik dalam bangun
maupun tidurku dan
di setiap tarikan nafasku
maupun di setiap kerdipan
mataku
andaikata
lebih cepat kusadari tentang
keberadaanmu
tak perlu lagi aku bersusah payah
mengejar melati yang
t'lah terbang tertiup angin
itu
engkau anggrek yang bersembunyi
di balik mahkota melati
yang selama ini kuciumi baunya
engkau yang bernafas pelan
namun kuketahui
desah nafasmu itu
aku pernah bercerita
tentang setangkai kembang dan
seribu kumbangnya yang
tak kupedulikan
namun
tak sanggup diriku melihat satu kumbangpun
terbang di atasmu
ataupun semut-semut
yang hendak mendaki
tangkaimu yang lunak itu
duhai engkau anggrekku sayang
berkenankah dirimu bila
kubasahi mahkotamu dengan
syair dan
air mataku?
walau kutahu
tak pernah sepadan syairku
bila di bandingkan
denganmu
namun aku terus belajar
sedikit demi sedikit
kata yang kurangkai
bak kembang
yang nanti kan kuselipkan
di telingamu hingga
engkaupun merona
dan kita pun
bicara
sungguh kunanti
saat engkau lantunkan
kata-kata lembutmu
kepadaku
sedetik
menatap senyummu
bagai setahun
dalam dekap
ilusimu
apa yang harus kuberikan
padamu
agar engkau berkenan
bertanya kepadaku?
sedang aku tahu
tak kumiliki
apapun
kecuali lidahku
yang kering dan
kadang membatu
bersediakah
engkau kubawa dalam
dekap kemelaratanku?
maukah engkau?
engkau
yang selalu terbayang
dalam sepiku
ini bukanlah
sajak terakhir
yang kutulis
untukmu
Thursday, September 13, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment