Di bawah derai air mata para janda
ibu-ibu yang telah uzur
gadis-gadis kecil yang akan berangkat ke sekolah
bayi-bayi yang menjerit dalam pelukan
Dan di linangi senandung lirih doa para orang tua
guru-guru sekolah
wanita penanti datangnya petang
yang menghunus langit hingga terkoyak menuju Arsy-Nya
Fajar baru merekah
sedari tadi kau sudah terbangun dari tidurmu
hari ini pun begitu
seusai sholat subuh kau berkemas
Kecup hangat tangan mulia ibu mu
keningnya
dan pipinya
biarkan ia melumuri mu dengan doa dan balut usap kepalamu
Mungkin hari ini kau tak kembali
dapatkah kau intip sedikit tentang esok?
wahai pemuda
penanti esok
Waktu dhuha sudah dekat
tak sempat kau sarapan pagi
kau pun berdiri di halaman rumahmu
dengan batu-batu dalam kantong celanamu
Jilatlah angkasa
basahi dengan buih liurmu
karena mereka yang di belakangmu pun
berbuat demikian
Langit tak bertiang
yang di tinggikan
adalah keyakinan tersisa
yang masih kau genggam
Tiada lagi terdengar si Bulbul bernyanyi
seperti dahulu kala
saat fajar merekah
dan anak-anak berangkat ke sekolah
Wahai para pelempar batu
pelindung para wanita
gadis-gadis kecil yang suci
dan ayah-ayah mereka
Berlari bagai kuda di medan pertempuran
segagah mobil perang yang tengah melaju
di jalanan beraspal
yang haram bagi mereka tuk menginjaknya
Dengus nafas buas mereka terdengar
hewan-hewan liar pemangsa tak pandang mata
yang tubuhnya terbalut
oleh baja berkualitas tinggi
Sepercik darah mereka
harus di bayar dengan
seribu nyawa temanmu
juga nyawamu
Wahai para pelempar batu
yang tengah berlindung
dari ganasnya
peluru menerjang
Di belakangmu Al-Aqsa
di depanmu musuh yang hendak memperkosanya
darahmu sebagai taruhan
dan harga diri sebagai senjata
Di saat kau merasa tiada asa
kau kembali menatap ke belakang
gelegak darahmu pun kembali bergelora
Tak rela kau serahkan ia ke tangan mereka
Wahai para pelempar batu
langit sudah merah
sebentar lagi gelap
ibu mu tengah menanti di rumah
Dengan harap cemas
resah gelisah
akan bentuk dirimu
tatkala sampai di rumah nanti
Jika sempat
tidurlah sejenak
di bawah kemul dekap hangat ibu mu
karena esok pasti kembali
dan belum tentu kau kan kembali
Friday, January 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment