1000 sahabat menjerit kesakitan
berlarian tak tentu arah
kemanakah si yatim hendak berlari?
kemanakah si piatu hendak sembunyi?
Alam pun telanjang
tiada lagi terdengar kicau burung seperti dulu
tiada lagi lolongan panjang serigala liar
tiada lagi langkah liar di sekitar
tiada lagi kesan angker tatkala malam tiba
tiada lagi canda riang penzikir tak berbahasa
Yang ada hanyalah kepulan asap
ranting-ranting hangus
dahan tak berdaun
tanah kering bersimbah abu dan darah
bangkai berserak di setiap jengkal
busuk dimana-mana
Si yatim menatap kosong
ayah ibunya mati terbantai
Si piatu meratap biru
adiknya hilang entah kemana
Susu...aku pingin minum susu...
begitu pinta salah seorang kecil dari mereka
Emak...bangun mak....aku laper mak...aku pingin makan, mak!
kata salah seorang yang tengah berusaha membangunkan ibunya yang terbujur kaku
Kemana lagi mereka kan kembali?
rumah tak lagi punya
orang tua pun mati
sanak saudara tlah hilang
Tuan yang hina,
ingatkah kau ketika disapih oleh ibumu?
Tuan yang hina,
ingatkah kau ketika duduk di pangkuan hangat ibumu?
Tuan yang hina,
ingatkah kau ketika diajari berjalan oleh ibumu?
Tuan yang hina,
ingatkah kau ketika menangis berlari ke pelukan ibumu?
Bila kau benar ingat,
maka ketahuilah,
mereka sama sepertimu
rindu kan kelembutan dan kenyalnya puting susu ibu
rindu kan belaian doanya membasuh kepala
rindu kan kecupan kering di pipi, dahi, dan hidung
rindu kan ketentraman dan rasa aman di bawah ketiak ibu
dan rindukan cahaya kehangatannya
Derai tawamu adalah derai air mata mereka
kau tidak berpikir mereka seperti pahlawan bukan?
yang mati satu tumbuh seribu
betul begitu?
Saudara...
Aku berpikir bahwa binatang lebih bernurani ketimbang manusia
dan manusia lebih bejat ketimbang binatang
Tak terkecuali diriku ini, kamu dan mereka yang memperkosa negeri ini
Sunday, December 10, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment