Tuesday, December 12, 2006

Rupa

Aku Tole, lahir di lingkaran tak berjiwa. Sebuah lingkaran berkapabilitas melumat dunia namun
di naungi oleh kura-kura belian. Tapi biarlah, hampir 1/4 abad aku bernaung di dalamnya.
hampir segala macam bentuk rupa sudah kulihat, hanya satu yang belum sama sekali, yaitu rupaku sendiri.
Suatu saat aku berjalan ke luar untuk menatap para sosok melangkah.
Aku pernah mendengar, kini kami adalah sekumpulan camar hampa. Yang terbang ketika yang lain terbang,
dan berjalan ketika yang lain berjalan. Yang jelas, kami berimigrasi di tempat.
Kami sekumpulan makhluk tak beridentitas, biarpun kami masih memiliki nama yang kami anggap tak ketinggalan jaman.
Michael, Michellin, Kevin, Josephine, Jessica, George, Jasmine, Leonardo,Marylin...,...,....
panggillah kami.

Aku berpijak di luar pagar halaman yang kotor dan becek dengan hanya memakai sendal jepit. Apa boleh buat,aku hanyalah
aku yang memiliki mata ikan dikakiku. Aku mungkin hanya aku si pohon bambu yang bergoyang teguh mengikuti angin menghempas.
Aku Tole. Seonggok makhluk yang berumur hampir 1/4 abad yang terbengong melihat zaman yang berlari namun kitanya berjalan.
Aku mesti membersihkan kakiku yang belepotan lumpur dulu di keset yang telah disediakan bila ingin masuk ke halaman di depanku. Aku membuka pintu pagar dan masuk ke dalamnya. Tiba-tiba suasana menjadi redup, matahari sembunyi, dan banyak sorot lampu berkisaran kesana kemari, membuat kepalaku menjadi pening.Degup keras stereo seperti menghantam kepala dan dadaku. Neon-neon bercahaya seratus rupa membuat semakin kepayang.

Lalu aku menatap sejumlah sosok camar hampa tengah terbang bagai anai-anai berhamburan di langit. Aku terkesima, inilah abad. Sungguh luar biasa, tiada batas lagi antara atas dan bawah, tiada dinding pemisah seperti teori pada manuskrip-manuskrip kuno yang pernah kubaca. Semua begitu hidup. Berdiri di atas gemintang langit, lalu melayang, terkadang
bermanuver, terkadang menyeruak bagai elang. Lalu di depanku muncul gedung-gedung raksasa dari dalam tanah menjulang tinggi ke angkasa dengan berhias neon sejuta rupa. Abad benar telah berganti. Sorga itu nyata. Neraka itu tiada.
Aku melihat sekelompok camar betina berias tebal tak berkelopak. Aku melihat sekelompok camar jantan berparuh tebal dan bulu berwarna. Aku pun melihat sekelompok besar camar biasa-biasa saja tengah berpencar ke berbagai kelompok lain.
Tak sedikit pula mereka yang berkumpul dan membentuk barisan sendiri. Namun aku melihat satu keanehan. Bahasa mereka samar.
Iya betul. Terkadang samar.

Tak lama kemudian aku merasa janggal. ada yang salah, seharusnya tidak seperti ini. Aku termenung dalam dudukku di atas rumput yang hijau segar. Kejanggalan abad ini. Ya, semacam ada tsunami hebat yang telah menghempas mereka hingga terdampar kemari.
Bukankah kami telah berjalan mengikuti zaman? bukannya berlari?. Kepalaku digelayuti pikiran keras dibawah layang camar, hentak stereo,dan sorot lampu. Lalu aku berdiri, sambil menatap angkasa aku bergumam "mereka akan terus disitukah?".
Lalu aku keluar dari halaman berumput hijau itu melalui pagar yang kulalui tadi. Memijakkan kakiku di atas tanah becek dan kotor. Semakin aku menjauhi halaman itu. Semakin jauh. Jauh sekali. Dan Jauh.

Aku bergumam lagi dalam hati, bukannya aku tak ingin seperti anai-anai, aku hanya takut tak bisa kembali. Aku ya aku. Aku dan abad ini. Aku dan lahir ini. Aku dan Jiwa ini dalam lingkaran tak berjiwa. Aku ya aku. Pohon bambu ditengah badai. Aku Tole.

No comments: