Wednesday, December 20, 2006

Teruntuk Si Camar Hampa

Aku melihat jiwa tak bergerak. Jiwa tak bermahkota. Jiwa ranting kecil. Jiwa 0.001 Watt. Jiwa sehelai bulu.
Si Bulbul menggelepar dalam panggangan. Terbang tak bisa, mati pun tak kuasa. Ideologi di jual murah. Bahkan diskon seratus persen. Tidak perlu ditawar lagi.
Mungkin hasut mereka, "Relakanlah, maka kami pun menjadi sayapmu". Lalu kau pun terhisap ke dalamnya. Sebuah dimensi baru yang tampak indah dan bercahaya bagimu.
Sorga?
Waktu berjalan terbalik. Dari detik ke menit. Dari menit ke jam. Ketika kau masih berjalan di atas sehelai rambut. Dan aku pernah berteriak, "Awas angin!".
Kau pun berkata padaku kalau kau takut. Tapi aku tak pernah tahu kepada siapa kau menangis.
Kau tegar. Setegar benang basah yang ditegakkan.
Kau setia. Sesetia anjing pada tuannya.
Tapi aku melihat jaring laba-laba yang terangkai begitu rapi dan mempesona menjadikan itu sebagai jantungmu. Siapa sangka dirimu pun terangkai olehnya.
Detik pun menjadi tahun. Kau katakan pada semua kalau kini kau terlahir kembali. Mereka pun menyambutmu dengan tangan terbuka dan senyuman. Aku pun terpaksa ikut tersenyum nyinyir. Menyambut dirimu yang kini suci itu. Suci baru. Sucimu.
Aku melihatmu semakin redup. Lebih redup dari lampu 0.001 Watt. Lebih redup dari malam sedikit bulan. Lebih redup dari kebinasaan. Lebih redup dari jiwaku.
Makhluk menyedihkan. Terseret jerat tali hidup sampai tersesat begitu jauh dalam kehidupan. Aku pun begitu menyedihkan. Di jejali kata yang kau nafikan sendiri.
Engkau si Camar Hampa.
Gelak Tawa kosong selama ini hanya bayangan. Terhunus sosialisasi. Pelacur remuk dalam kelam malam.
Kala hilang sesaat dalam renggang waktu telah mengubah semuanya.
Kamu. Mungkin juga aku padamu.
Seperti kata mereka padamu, "Relakan saudara! relakanlah!"

No comments: