Tuesday, February 6, 2007

Objektivasi Diri Dalam Ilusi (Part3)

Malam hari yang gelap di sertai rintik hujan. Entah waktu itu aku melihat bintang atau tidak. Sebuah petualangan sekejap yang terjadi antara diriku dan dirimu dimulai. Dengan sebuah mobil kijang di sebuah jalan berkelok yang licin nan sedikit terjal. Apakah aku bertemu dengan dirimu sebelumnya ataukah saat itu kita sudah berada di dalam mobil tersebut?. Tapi yang kuingat adalah sedikit senyum mu 'tuk menjauh dariku. Mungkin hanya perasaanku saja.
Ini pasti karena semalam.
Ketika aku duduk bersebelahan dirimu di sofa dan di depan kita ada televisi yang menyala.
Sepasang tatap aku lihat.
Selembar senyum aku tatap.
Dan sebuah keanggunan yang ku kagumi.
Perkataanmu yang semalam itulah yang ada di malam yang ini.

Mobil kijang yang kita tumpangi bersama beberapa sosok lainnya melaju cukup kencang. Menggilas lumpur tiada ampun. Menembus hujan dan angin sejuk. Bersama pekatnya malam itu. Sekitar beberapa kilometer kita melaju dalam gelap. Dalam sebuah mobil sempit. Bagai sekumpulan ayam yang kaki dan tubuhnya di ikat dalam truk. entah hendak di bawa kemana. Berdesak-desakan hingga hampir tak bisa bernapas.
Mobil kijang yang kita tumpangi berhenti. Sudah sampai di tujuan. Kita pun turun bersama.
Sebuah gang di depan mata. Aku lupa jalan apa itu namanya. Jalannya becek, penuh lumpur. Aku juga melihat beberapa genangan air di sana.
Lalu kita berjalan melalui gang tersebut. Ada dua orang yang berjalan menuju kita. Salah seorangnya bertubuh pendek. Aku menduga mereka sepasang sahabat atau saudara. Mereka berjalan melewati kita begitu saja.
Di ujung gang semakin gelap. Ada sebuah gubuk di sana. Di dalamnya lebih gelap lagi. Tapi aku dapat melihat dengan sedikit jelas di dalamnya. Entah apa yang waktu itu kita bincangkan di sana. Tapi aku yakin semalam itulah yang kau katakan padaku di malam ini.

Waktu berlalu cepat. Hanya sebentar kita berbincang. Kita pun bergegas kembali ke mobil kita. Tapi langkahmu terlalu cepat. Aku tertinggal.
Kita saat ini tengah berada di daerahmu.
Aku dapat mengenali jalan ini.
Itu jalan menuju rumahmu. Gang yang kita lalui adalah jalan menuju rumahmu.
Aku tak sempat menyusulmu. Kau meninggalkan aku sendirian. Aku tak sempat naik mobil. Laju mobil kijang tersebut sekitar beberapa kilometer per jam saja. Berjarak sekitar lima atau enam meter di depanku secara permanen. Aku terus mengejarnya.
Berteriak tanpa suara. Namun dengan sedikit asa.
Dua orang yang tadi kita lewati tadi tengah berjalan menuju ke arahku. Choi?. Mirip.
Mengapa tak kau hitung dulu jumlah orang yang ada di mobil kijang itu?.
Tidak kah kau heran kalau tidak ada kicauku di dalamnya?.
Aku di temani cekam di malam itu.
Bersama hujan yang turun ke bumi.
Itulah yang terjadi antara aku dan dirimu. Dan juga sosok-sosok yang ada di dalam mobil kijang kita. Saat semalam itu.

No comments: